Umat Islam masa sekarang ini banyak yang kehilangan arah dan tempat pijakan,
tidak tahu dari mana harus memulai. Mereka terpuruk dan ingin cepat bangkit dari ketertinggalannya. Hal tersebut tampak dari semangat yang kadang berlebihan dengan diiringi emosi yang tinggi,
sehingga hal itu memudahkan musuh-musuh Islam untuk mensiasati dan menjadikan umat Islam
sebagai kaum teroris dan berbagai kesan kurang baik lainnya.
Hal ini harus diakui merupakan keteledoran umat Islam dalam melaksanakan ajaran
dengan pengertian yang keliru. Islam harus kembali kepada hati yang suci,
yang dalam firman Alloh dikatakan ...."yang mampu memuat Dzat-Ku".
Dengan demikian seharusnya manusia akan berkata-kata dengan Robb-nya tentang hidup,
tentang ilmu, tentang informasi dan rencana-rencana untuk menghadapi semua permasalahan
di dunia maupun di akhirat.
Bukankah Alloh berjanji akan melindungi seorang mukmin dengan mengalahkan sepuluh orang musuh?. Kaum yang sedikit dengan kekuatan spiritual yang luar biasa mampu mengalahkan perang badar
yang dahsyat. Nabi Musa dengan keteguhannya dalam bertauhid mampu mengalahkan Raja Fir'aun. Dan masih banyak lagi pejuang-pejuang sahid kita dalam menghadapi musuh dengan tetap teguh
pada jalan tauhid dan komunikasi kepada Alloh Yang Agung.
Kita sadar bahwa begitu agungnya Al Qur'an, dan begitu piciknya kita dalam memahami syariat, sehingga kita lihat ummat Islam sekarang terpuruk dan saling menyalahkan.
Kita lihat pula gerakan atau harokah-harokah Islam muncul dimana-mana dengan berbagai bentuk penawaran berupa konsep keIslaman yang lebih murni. Namun apa yang terjadi,
kenyataannya mereka masih sangat rapuh sehingga antara mereka masih mengadalkan
adu otot dikhalayak ramai bahkan seperti anak kecil saling cemooh dan masing-masing pihak
merasa yang paling benar dan Islami. Satu hal yang belum ada dalam jiwa ummat
adalah kelembutan hati akibat jauhnya dari ingat kepada Alloh, ketika memulai suatu tindakan
bukan dilandasi karena Alloh, serta kurang siapnya kita dalam menembus hati-hati yang panas
dan gersang dengan sapaan jiwa yang manis penuh kasih. Kita belum memiliki keberanian
untuk mengatakan akulah yang salah dan terimakasih atas nasihatmu.
Padahal untuk hal seperti itu Alloh sudah memberikan peringatan seperti yang tercermin
dalam surat Al 'Ashr ayat 3 :
"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasehat menasehati
supaya menta'ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran" (QS 103:3).
Pada kali ini penulis akan membicarakan masalah syariat pada sisi yang lain disamping
yang sudah terpapar mengenai bersyariat untuk memikirkan ayat-ayat kauniah.
Penulis juga akan mengungkapkan masuknya seorang mukmin sejati dalam bersyariat
sehingga mencapai kepada tingkat hakikat syariat secara transendental.
Dimana pada kondisi ini adalah bagaimana melaksanakan syariat dan merasakan keimanan
yang sebenarnya dengan tetap mengacu pada kontrol Al Qur'an dan Al hadist.
Imam Hasan Al Banna berkata di dalam risalah ta'lim : Bagi iman yang tulus, ibadah yang benar
serta mujahadah (berjuang menundukkan hawa nafsu) melahirkan cahaya kelezatan yang Alloh limpahkan ke dalam hati siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya.
Akan tetapi ilham, khowatir (lintasan-lintasan hati), kasyf (penyingkapan rahasia ghaib)
dan mimpi bukanlah merupakan dalil-dalil hukum syariat dan tidak dianggap kecuali dengan syarat
tidak bertentangan dengan hukum agama dan nash-nash-Nya (nash dari Al Qur'an dan As Sunnah).
Di dalam menyikapi prinsip syariat, ada dua golongan/kategori yang termasuk di dalamnya, yaitu :
Golongan pertama, golongan yang mengabaikan cita rasa yang terkandung dalam syariat,
atau mereka menilai sesuatu secara lahiriah saja tanpa melihat kepada pengertian sesungguhnya,
yang mana mereka/golongan ini mengingkari pengaruh apapun yang timbul dari iman yang dalam, ibadah yang benar, serta ketulusan dalam bermujahadah di dalam mencemerlangkan akal
dan memberi hidayah kepada hati.
Golongan kedua, yaitu golongan orang yang di dalam melaksanakan ibadah (bersyariat),
tidak hanya sampai kepada makna lahiriah saja, tetapi perhatian terhadap penghadapan jiwa
secara hanif (lurus) dan sungguh-sungguh dalam berjuang melumpuhkan hawa nafsu.
Di dalam hadist shohih, Rosululloh SAW bersabda :
"Akan dapat merasakan makanan iman ialah : orang yang ridho terhadap Alloh sebagai Tuhannya,
Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabinya" (HR Muslim dari Al Abbas).
Sufyan bin usyainah pernah ditanya "Mengapakah ahlul ahwa (yang bergelimang dalam nafsu) itu begitu kuat cintanya kepada nafsunya ?" Sufyan menjawab : "Apakah engkau lupa firman Alloh
yang mengatakan :
"Dan mereka itu telah dimesrakan dalam hati-hati mereka untuk menyembah anak lembu
dengan kekufuran mereka" (QS 2:92).
Setiap peribadatan yang apabila kita lakukan dengan syarat sungguh-sungguh akan
mendapatkan dampak kepada hati berupa kesejukan dan kemudahan untuk melakukan
kebaikan-kebaikan yang dirihoi Alloh SWT. Dan sebaliknya apabila kita melakukannya dengan sekedarnya saja atau hanya memenuhi syarat sahnya syariat, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali rasa penat dan jenuh. Sehingga terasa sekali di hati kekakuan dan kecongkakkan
yang dengan tetap bersimbulkan keIslaman. Maka jadilah budaya kita adalah budaya Islam
yang kaku dan jauh dari sifat kasih sayang serta kebusukan hati yang diseliputi bungkus syariat Islam. Kenyataan ini hendaknya kita koreksi, bagaimana sikap orang mukmin terhadap sesama,
dan bagaimana mereka bila disebut asma Alloh.... lalu bergetar serta tersungkur dan menangis
tak tertahankan.
Di dalam Al Qur'an banyak dijelaskan ciri-ciri seorang mukmin sejati. Yang seharusnya menjadi
acuan dalam hidup kita dalam melakukan peribadatan kepada Alloh SWT.
Bukannya lantas takluk kepada kekalahan terhadap nafsu. Yang akhirnya kita tetap berkubang dalam kecintaan terhadap bimbingan setan yang sesat.
Kesulitan hati dalam merasakan nikmat Alloh berupa kelezatan iman.
Cemerlangnya hati, kekhusu'an serta berbuat baik. Ini disebabkan ada bisikan pembimbing
yang setia setiap saat dalam melakukan kekejian dan kemungkaran, yaitu setan laknatulloh. Sebagaimana dicantumkan dalam Al Qur'an surat Az Zukhruf ayat 36 :
"Barang siapa yang berpaling dari dzikir kepada yang maha pemurah,
kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman
yang selalu menyertainya" (QS 43:36).
Sedangkan dalam surat Al Mujaadilah ayat 19 Alloh berfirman :
"Telah dikerasi mereka oleh setan, maka setan itu telah menjadikan mereka lupa
kepada menyebut Alloh" (QS 58:19).
Dilanjutkan dalam surat An Nisaa' ayat 142 tercantum, artinya :
"Mereka gemar memperlihatkan amalan-amalannya kepada manusia ramai
dan mereka tiada menyebut Alloh kecuali hanya sedikit" (QS 4:142).
Juga dalam surat An Nuur ayat 21 , artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan itu menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Sekiranya tidak karena karunia Alloh dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Alloh membersihkan
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Alloh maha mendengar lagi maha mengetahui" (QS 24:21).
Setelah melihat dengan jelas keterangan Al Qur'an mengenai betapa setan merupakan
penyebab utama dalam mengarahkan manusia untuk berbuat keji dan mungkar,
sehingga manusia tidak lagi mampu berbuat yang diperintahkan Alloh.
Namun demikian Alloh menjelaskan dalam Al Qur'an bahwa Alloh sendirilah yang akan
mengangkat manusia ketika manusia dalam perangkap setan.
Kita tidak akan mampu menolak ajakan setan sebab mereka berada dalam pusat hati kita,
kita bagaikan terpengaruh hipnotis dimana selalu menuruti apa yang diperintahkan setan. Maka jadilah kita orang yang selalu dalam bimbingan setan. Hati kita menjadi keji tanpa harus melalui proses berpikir. Rasa jahat itu muncul seketika dalam hati dan merasakan sulitnya berbuat kebajikan.
Akan tetapi kekuatan atas kesungguhan dalam menghayati perilaku syariat mengakibatkan
si pelaku menemui hakikat (kebenaran) dari apa yang dilakukan selama ini.
Seperti diungkapkan Al Qur'an surat Al 'Ankabuut ayat 45 mengenai sholat :
"bahwa sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar" (QS 29:45 ).
Pemahaman atas ayat tersebut adalah bahwa sholat merupakan alat pencegah dari
segala perbuatan buruk. Satu hal yang akan penulis kedepankan dalam memperhatikan
masalah sholat, adalah bagaimana kita menghayati dan meluruskan jiwa kita dalam menghadap
kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan tidak sedikitpun kesyirikan dalam hati
maupun pikiran kita. Kehadiran hati, perasaan serta dialog yang telah disyariatkan.
Apabila si pelaku tadi melakukannya dengan totalitas tinggi (kaffah), maka ia akan mendapatkan
karunia ketidakmampuan berbuat keji dan mungkar, serta akan dimudahkan untuk selalu bersikap baik. Karena di dalam hati orang itu sudah timbul perasaan ihsan yang terus-menerus terhadap Alloh.
Syariat tidak lagi menjadi beban si pelaku. Tetapi merupakan energi bagi kehidupan serta menjadi
alat komunikasi yang indah untuk selalu berdialog dalam doa.
Ketidak-mampuan dalam melakukan perbuatan keji dan mungkar adalah merupakan karunia Alloh, merupakan kenyataan (hakikat). Si pelaku tidak lagi merasa tertekan dan terbebani syariat
yang begitu banyak.
Berdasarkan keterangan di atas, maka kecintaan terhadap perbuatan keji dan mungkar itu
hanya dapat diatasi dengan membawakan hati tersebut agar selalu teringat kepada Allh
serta mengihklaskan hati kita hanya untuk Alloh.
Sebagaimana Alloh firmankan dalam surat Yuusuf ayat 24 :
"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf,
dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat
tanda (dari) Tuhannya. Demikian itu karena hendak memalingkan yusuf dari perbuatan jahat dan keji, karena sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba yang ikhlas" (QS 12:24).
Alloh telah mengisyaratkan pada ayat-ayat di atas bahwa kita tidak akan mampu beribadah
dengan baik atau melakukan syariat yang begitu banyak, rasanya mustahil kita memenuhi
aturan-aturan yang telah ditetapkan Alloh tersebut, kecuali atas karunia dan bimbingan-Nya.
Dan untuk mendapatkan bimbingan serta inayah Alloh kita diharapkan memasrahkan diri
setiap saat dalam segenap keadaan, dengan cara mengingat Alloh baik pagi maupun petang,
serta mengikhlaskan setiap peribadatan hanya untuk Alloh semata.
Begitulah Alloh memalingkan nabi Yusuf dari perbuatan tercela dengan menuntun
dan dan mencabut rasa keji dan mungkar di hatinya. Padahal saat itu kedua belah pihak
antara nabi Yusuf dan Siti Zulaiha sudah saling menginginkan, namun nabi Yusuf berserah diri
kepada Alloh untuk mendapatkan burhan (penerang) dari Alloh.
Atas dasar keikhlasan dan pemasrahan yang kuat kepada Alloh,
akhirnya nabi Yusuf mendapatkan karunia terlepas dari ajakan setan
tidak tahu dari mana harus memulai. Mereka terpuruk dan ingin cepat bangkit dari ketertinggalannya. Hal tersebut tampak dari semangat yang kadang berlebihan dengan diiringi emosi yang tinggi,
sehingga hal itu memudahkan musuh-musuh Islam untuk mensiasati dan menjadikan umat Islam
sebagai kaum teroris dan berbagai kesan kurang baik lainnya.
Hal ini harus diakui merupakan keteledoran umat Islam dalam melaksanakan ajaran
dengan pengertian yang keliru. Islam harus kembali kepada hati yang suci,
yang dalam firman Alloh dikatakan ...."yang mampu memuat Dzat-Ku".
Dengan demikian seharusnya manusia akan berkata-kata dengan Robb-nya tentang hidup,
tentang ilmu, tentang informasi dan rencana-rencana untuk menghadapi semua permasalahan
di dunia maupun di akhirat.
Bukankah Alloh berjanji akan melindungi seorang mukmin dengan mengalahkan sepuluh orang musuh?. Kaum yang sedikit dengan kekuatan spiritual yang luar biasa mampu mengalahkan perang badar
yang dahsyat. Nabi Musa dengan keteguhannya dalam bertauhid mampu mengalahkan Raja Fir'aun. Dan masih banyak lagi pejuang-pejuang sahid kita dalam menghadapi musuh dengan tetap teguh
pada jalan tauhid dan komunikasi kepada Alloh Yang Agung.
Kita sadar bahwa begitu agungnya Al Qur'an, dan begitu piciknya kita dalam memahami syariat, sehingga kita lihat ummat Islam sekarang terpuruk dan saling menyalahkan.
Kita lihat pula gerakan atau harokah-harokah Islam muncul dimana-mana dengan berbagai bentuk penawaran berupa konsep keIslaman yang lebih murni. Namun apa yang terjadi,
kenyataannya mereka masih sangat rapuh sehingga antara mereka masih mengadalkan
adu otot dikhalayak ramai bahkan seperti anak kecil saling cemooh dan masing-masing pihak
merasa yang paling benar dan Islami. Satu hal yang belum ada dalam jiwa ummat
adalah kelembutan hati akibat jauhnya dari ingat kepada Alloh, ketika memulai suatu tindakan
bukan dilandasi karena Alloh, serta kurang siapnya kita dalam menembus hati-hati yang panas
dan gersang dengan sapaan jiwa yang manis penuh kasih. Kita belum memiliki keberanian
untuk mengatakan akulah yang salah dan terimakasih atas nasihatmu.
Padahal untuk hal seperti itu Alloh sudah memberikan peringatan seperti yang tercermin
dalam surat Al 'Ashr ayat 3 :
"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasehat menasehati
supaya menta'ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran" (QS 103:3).
Pada kali ini penulis akan membicarakan masalah syariat pada sisi yang lain disamping
yang sudah terpapar mengenai bersyariat untuk memikirkan ayat-ayat kauniah.
Penulis juga akan mengungkapkan masuknya seorang mukmin sejati dalam bersyariat
sehingga mencapai kepada tingkat hakikat syariat secara transendental.
Dimana pada kondisi ini adalah bagaimana melaksanakan syariat dan merasakan keimanan
yang sebenarnya dengan tetap mengacu pada kontrol Al Qur'an dan Al hadist.
Imam Hasan Al Banna berkata di dalam risalah ta'lim : Bagi iman yang tulus, ibadah yang benar
serta mujahadah (berjuang menundukkan hawa nafsu) melahirkan cahaya kelezatan yang Alloh limpahkan ke dalam hati siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya.
Akan tetapi ilham, khowatir (lintasan-lintasan hati), kasyf (penyingkapan rahasia ghaib)
dan mimpi bukanlah merupakan dalil-dalil hukum syariat dan tidak dianggap kecuali dengan syarat
tidak bertentangan dengan hukum agama dan nash-nash-Nya (nash dari Al Qur'an dan As Sunnah).
Di dalam menyikapi prinsip syariat, ada dua golongan/kategori yang termasuk di dalamnya, yaitu :
Golongan pertama, golongan yang mengabaikan cita rasa yang terkandung dalam syariat,
atau mereka menilai sesuatu secara lahiriah saja tanpa melihat kepada pengertian sesungguhnya,
yang mana mereka/golongan ini mengingkari pengaruh apapun yang timbul dari iman yang dalam, ibadah yang benar, serta ketulusan dalam bermujahadah di dalam mencemerlangkan akal
dan memberi hidayah kepada hati.
Golongan kedua, yaitu golongan orang yang di dalam melaksanakan ibadah (bersyariat),
tidak hanya sampai kepada makna lahiriah saja, tetapi perhatian terhadap penghadapan jiwa
secara hanif (lurus) dan sungguh-sungguh dalam berjuang melumpuhkan hawa nafsu.
Di dalam hadist shohih, Rosululloh SAW bersabda :
"Akan dapat merasakan makanan iman ialah : orang yang ridho terhadap Alloh sebagai Tuhannya,
Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabinya" (HR Muslim dari Al Abbas).
Sufyan bin usyainah pernah ditanya "Mengapakah ahlul ahwa (yang bergelimang dalam nafsu) itu begitu kuat cintanya kepada nafsunya ?" Sufyan menjawab : "Apakah engkau lupa firman Alloh
yang mengatakan :
"Dan mereka itu telah dimesrakan dalam hati-hati mereka untuk menyembah anak lembu
dengan kekufuran mereka" (QS 2:92).
Setiap peribadatan yang apabila kita lakukan dengan syarat sungguh-sungguh akan
mendapatkan dampak kepada hati berupa kesejukan dan kemudahan untuk melakukan
kebaikan-kebaikan yang dirihoi Alloh SWT. Dan sebaliknya apabila kita melakukannya dengan sekedarnya saja atau hanya memenuhi syarat sahnya syariat, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali rasa penat dan jenuh. Sehingga terasa sekali di hati kekakuan dan kecongkakkan
yang dengan tetap bersimbulkan keIslaman. Maka jadilah budaya kita adalah budaya Islam
yang kaku dan jauh dari sifat kasih sayang serta kebusukan hati yang diseliputi bungkus syariat Islam. Kenyataan ini hendaknya kita koreksi, bagaimana sikap orang mukmin terhadap sesama,
dan bagaimana mereka bila disebut asma Alloh.... lalu bergetar serta tersungkur dan menangis
tak tertahankan.
Di dalam Al Qur'an banyak dijelaskan ciri-ciri seorang mukmin sejati. Yang seharusnya menjadi
acuan dalam hidup kita dalam melakukan peribadatan kepada Alloh SWT.
Bukannya lantas takluk kepada kekalahan terhadap nafsu. Yang akhirnya kita tetap berkubang dalam kecintaan terhadap bimbingan setan yang sesat.
Kesulitan hati dalam merasakan nikmat Alloh berupa kelezatan iman.
Cemerlangnya hati, kekhusu'an serta berbuat baik. Ini disebabkan ada bisikan pembimbing
yang setia setiap saat dalam melakukan kekejian dan kemungkaran, yaitu setan laknatulloh. Sebagaimana dicantumkan dalam Al Qur'an surat Az Zukhruf ayat 36 :
"Barang siapa yang berpaling dari dzikir kepada yang maha pemurah,
kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman
yang selalu menyertainya" (QS 43:36).
Sedangkan dalam surat Al Mujaadilah ayat 19 Alloh berfirman :
"Telah dikerasi mereka oleh setan, maka setan itu telah menjadikan mereka lupa
kepada menyebut Alloh" (QS 58:19).
Dilanjutkan dalam surat An Nisaa' ayat 142 tercantum, artinya :
"Mereka gemar memperlihatkan amalan-amalannya kepada manusia ramai
dan mereka tiada menyebut Alloh kecuali hanya sedikit" (QS 4:142).
Juga dalam surat An Nuur ayat 21 , artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan itu menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Sekiranya tidak karena karunia Alloh dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Alloh membersihkan
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Alloh maha mendengar lagi maha mengetahui" (QS 24:21).
Setelah melihat dengan jelas keterangan Al Qur'an mengenai betapa setan merupakan
penyebab utama dalam mengarahkan manusia untuk berbuat keji dan mungkar,
sehingga manusia tidak lagi mampu berbuat yang diperintahkan Alloh.
Namun demikian Alloh menjelaskan dalam Al Qur'an bahwa Alloh sendirilah yang akan
mengangkat manusia ketika manusia dalam perangkap setan.
Kita tidak akan mampu menolak ajakan setan sebab mereka berada dalam pusat hati kita,
kita bagaikan terpengaruh hipnotis dimana selalu menuruti apa yang diperintahkan setan. Maka jadilah kita orang yang selalu dalam bimbingan setan. Hati kita menjadi keji tanpa harus melalui proses berpikir. Rasa jahat itu muncul seketika dalam hati dan merasakan sulitnya berbuat kebajikan.
Akan tetapi kekuatan atas kesungguhan dalam menghayati perilaku syariat mengakibatkan
si pelaku menemui hakikat (kebenaran) dari apa yang dilakukan selama ini.
Seperti diungkapkan Al Qur'an surat Al 'Ankabuut ayat 45 mengenai sholat :
"bahwa sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar" (QS 29:45 ).
Pemahaman atas ayat tersebut adalah bahwa sholat merupakan alat pencegah dari
segala perbuatan buruk. Satu hal yang akan penulis kedepankan dalam memperhatikan
masalah sholat, adalah bagaimana kita menghayati dan meluruskan jiwa kita dalam menghadap
kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan tidak sedikitpun kesyirikan dalam hati
maupun pikiran kita. Kehadiran hati, perasaan serta dialog yang telah disyariatkan.
Apabila si pelaku tadi melakukannya dengan totalitas tinggi (kaffah), maka ia akan mendapatkan
karunia ketidakmampuan berbuat keji dan mungkar, serta akan dimudahkan untuk selalu bersikap baik. Karena di dalam hati orang itu sudah timbul perasaan ihsan yang terus-menerus terhadap Alloh.
Syariat tidak lagi menjadi beban si pelaku. Tetapi merupakan energi bagi kehidupan serta menjadi
alat komunikasi yang indah untuk selalu berdialog dalam doa.
Ketidak-mampuan dalam melakukan perbuatan keji dan mungkar adalah merupakan karunia Alloh, merupakan kenyataan (hakikat). Si pelaku tidak lagi merasa tertekan dan terbebani syariat
yang begitu banyak.
Berdasarkan keterangan di atas, maka kecintaan terhadap perbuatan keji dan mungkar itu
hanya dapat diatasi dengan membawakan hati tersebut agar selalu teringat kepada Allh
serta mengihklaskan hati kita hanya untuk Alloh.
Sebagaimana Alloh firmankan dalam surat Yuusuf ayat 24 :
"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf,
dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat
tanda (dari) Tuhannya. Demikian itu karena hendak memalingkan yusuf dari perbuatan jahat dan keji, karena sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba yang ikhlas" (QS 12:24).
Alloh telah mengisyaratkan pada ayat-ayat di atas bahwa kita tidak akan mampu beribadah
dengan baik atau melakukan syariat yang begitu banyak, rasanya mustahil kita memenuhi
aturan-aturan yang telah ditetapkan Alloh tersebut, kecuali atas karunia dan bimbingan-Nya.
Dan untuk mendapatkan bimbingan serta inayah Alloh kita diharapkan memasrahkan diri
setiap saat dalam segenap keadaan, dengan cara mengingat Alloh baik pagi maupun petang,
serta mengikhlaskan setiap peribadatan hanya untuk Alloh semata.
Begitulah Alloh memalingkan nabi Yusuf dari perbuatan tercela dengan menuntun
dan dan mencabut rasa keji dan mungkar di hatinya. Padahal saat itu kedua belah pihak
antara nabi Yusuf dan Siti Zulaiha sudah saling menginginkan, namun nabi Yusuf berserah diri
kepada Alloh untuk mendapatkan burhan (penerang) dari Alloh.
Atas dasar keikhlasan dan pemasrahan yang kuat kepada Alloh,
akhirnya nabi Yusuf mendapatkan karunia terlepas dari ajakan setan
1 komentar:
Click here for komentaraku jadi pengen.???